
Malam Pertama I'tikaf
Jum’at malam itu, jam dinding menunjukkan pukul 22.23. Suasana di dalam Masjid Daarut Tauhiid begitu hening. Sunyi. Sepi. Malam itu jadi malam pertamaku beri’tikaf dengan niat hati ingin menyendiri dan menenangkan diri dari segala keramaian situasi yang memenuhi pikiran dan hati. Heningnya malam serta semilir angin dingin nan lembut mengoles pipi membuatku terasa menggigil. Dingin sekali. Lampu-lampu mesjid yang sengaja tidak dinyalakan menambah suasana kesunyian, keheningan, ketenangan, dan kedamaian. Ah, ini yang kuinginkan.
Cahaya dari lampu pojok masjid sedikit memberi terang dan menyadarkanku bahwa ada dua orang perempuan yang sedang duduk. Dari jarak yang tak begitu jauh terdengar suara merdu namun sedikit bergumam melantunkan kalam-Nya. Sesekali terdengar bacaan yang diulang. MasyaAllah.. Hatiku tergetar, tertampar. Di antara banyaknya santri mahasiswa, pada malam itu hanya kudapati dua orang perempuan yang sibuk dengan hafalan dan murajaahnya. Allahu Akbar.. Semoga Allah istiqomahkan setiap hamba yang sedang berusaha mendekat kepada-Nya.
Aku tidak berani menyapa kedua perempuan yang kutemui ini. Saat kudatangi mereka semakin dekat, mata mereka sedang terpejam namun mulutnya bergumam. Ah, lagi lagi aku merasa tertampar melihat kekhusyuan mereka yang begitu dekat dengan Al-Qur’an. Keduanya berani menghabiskan waktu, meninggalkan kasur dan selimut hangatnya, serta memilih kedinginan agar bisa bersama Al-Qur’an.
Sambil menunggu mereka selesai menghafal, aku memilih duduk di tempat yang paling gelap dan menjauh dari mereka, karena takut keberadaanku mengganggu konsentrasi menghafalnya. Ya, aku duduk seorang diri, merenungi semua yang terjadi kepadaku, termasuk kelalaian di antara banyaknya tugas dan targetan yang harus diselesaikan.
Aku berpikir, mengenai targetan hafalan, semua orang memiliki tugas dan targetan yang sama,
apakah hanya dua orang saja yang sungguh-sungguh berusaha untuk memenuhi targetan ini? Ataukah kebanyakan mereka mempunyai waktu khusus bersama Al-Quran yang tidak kuketahui, ataukah banyak yang mencuri-curi waktu dari kesibukannya untuk Al-Qur’an? Lalu, aku sendiri? Bagaimana? Kenapa sibuk mencari tahu dan membandingkan bagaimana orang lain mencapai targetnya. Ah, sudahlah, pikiran seperti itu hanya menambah beban pikiranku saja.
Waktu terus berlalu, jarum jam yang ada di pergelangan tanganku menunjukkan tepat pukul 00:15. Setelah selesai bertengkar dengan segala hal yang ada di pikiranku dan mencoba berdamai, kemudian kugerakkan kaki untuk menemui kembali kawan satu almamaterku yang sedang khusyu menghafal Al-Qur’an. Ternyata mereka belum selesai menghafal dan murajaahnya, kemudian aku membawa Al-Qur’an dan duduk di antara keduanya, yang satu di sebelah kanan dan yang satu di sebelah kiriku. Dasar aku, tidak lama menghafal Al-Qur’an, aku malah tertidur lelap sambil merebahkan tubuh ke sejadah masjid.
”Teh..Teh.. Bangun, sudah jam 3.” Waktu menunjukkan jam tiga dan aku dibangunkan teh Amau, panggilan yang biasa orang sebut buat kawanku yang duduk di sebelah kanan, sementara teh Maryam yang duduk di sebelah kiriku sudah duluan ke kamar mandi masjid untuk mengambil wudhu. Lagi dan lagi, aku malu, sebelum aku tidur mereka masih bersama Al-Qur’an, selagi aku masih tidur mereka sudah bersiap-siap melakukan sholat Tahajud.
Kegiatan selanjutnya berlangsung seperti biasa dari jam 3 pagi sampai Shubuh, setelah al-Masurat tibalah kegiatan halaqah ziyadah dan disambung kegiatan musabaqoh hifdzil Qur’an atau biasa disebut mhq, satu pekan sekali setiap hari Sabtu. Waktu itu, dengan semangat aku yang pertama ziyadah hafalan, menyetorkan hafalan yang dihafalkan semalam. Ternyata, kutemui salah satu di antara dua orang kawanku semalam, ada yang tasmi 5 juz dan yang satu setoran ziyadah juz 28. MasyaAllah.. Allahummarhamna bil qur’an..
Sekarang aku faham, semalaman mereka berdua sangat khusyu dan fokus sekali, mati-matian menghindari rasa kantuk sampai aku tidak berani mengganggu, apalagi melontarkan pertanyaan-pertanyaan, ternyata untuk mempersiapkan tasmi 5 juz dan ziyadah juz 28. Setelah selesai tasmi 2 juz, di waktu istirahatnya, aku sedikit bertanya, “Teh.. Kenapa sangat memaksakan diri untuk tasmi 5 juz satu kali duduk di Sabtu pagi ini juga? Bukankah semalaman belum tidur?” Ia pun menjawab*,* “Aku ingin segera menyelesaikan tasmi 5 juz supaya tenang dan bisa menghafal juz lain.” MasyaAllah.. Ternyata itu motivasinya. Sudah terjawab penasaranku dari semalaman, ternyata ia mengamalkan ayat Al-Qur’an surat Al-Insyirah ayat 7, yang artinya, “Apabila telah selesai satu urusan, maka kerjakanlah suatu urusan yang lainnya.”
Ya Allah.. Mudahkanlah siapapun yang sedang berusaha mendekat kepadamu. >> [foto: Jihan Khoerunisa]