Sepenggal Masa Lampau yang Selalu Hadir

Sepenggal Masa Lampau yang Selalu Hadir

FEATURE oleh YIYI MULZAM KAMIL, Mahasiswa Prodi KPI STAI Daarut Tauhiid Bandung

Beberapa tahun silam, tepatnya di tahun 2019-2021 saya ditakdirkan hadir di antara orang orang hebat yang atraktif. Saya menyebut mereka keluarga nomor 2 setelah keluarga utama. Bersama mereka saya tidak pernah merasakan duka ataupun lara, seakan-akan hidup selamanya tentang bahagia dan canda tawa. Hubungan kami sudah sedekat nadi di mana segalanya dilalui bersama, istilah “Solidaritas tanpa batas, duduk sama rata tanpa raja serta bahagia tidak selalu tentang harta” saya alami dan lalui.

Kami hidup di tempat yang penuh dengan konflik dan permasalahan, yang membuat hidup kami sedikit abu-abu, bahkan sedikit menghitam, orang bilang. Menjalani hidup layaknya sebongkah kayu yang hanyut di sebuah sungai lalu mengalir mengikuti arus kemanapun ia akan membawanya, hidup dengan kebebasan dan tanpa aturan.

Namun hal itu tidak menjadi alasan kami hidup tidak bahagia, karena*“Serumit apapun hidup, kita berhak bahagia,”* begitu Kenzo bilang. Alhamdulillah selalu saya ucapkan kepada Tuhan, karena di balik lingkungan yang berantakan saya masih memiliki sahabat yang bisa dijadikan alasan saya untuk tetap bahagia dan baik-baik saja. Merekalah orang-orang yang tidak pernah melewatkan satu hari pun yang berlalu tanpa canda dan tawa.

“Bree…bareng lu semua gua mulai sadar klo ada itu bukan hanya saat ada kebutuhan tpi juga ada saat dibutuhkan, ada bukan karena ada keinginan, tpi ada karena hubungan kekeluargaan,” tutur salah satu sahabatku yang saat itu sedang duduk di bale bambu. Rasanya, meskipun kami hidup sebatang kara, kami pasti akan menemukan solusinya selagi kami melaluinya bersama-sama, yang membuat saya tidak pernah khawatir esok hari akan seperti apa.

Dan betapa banyak  momentum yang saya alami bersama mereka, dan saya rasa itu luar biasa yang hanya akan terjadi satu kali dalam hidup saya, seperti momentum di mana kami semua pergi bersama ke sebuah bukit dengan tujuan mencari ketenangan dan kebebasan. Hari Kamis malam Jum’at selepas sholat Isya kami semua langsung siap-siap membawa perlengkapan. “Hayuu caw sekarang,” ucap salah seorang.

Perjalanan pun dimulai dengan memasuki kawasan warga lalu menyusuri hutan dan melewati bberapa tanjakan yang mebuat kami sedikit kelelahan. Canda tawa bahkan cemoohan kami lontarkan, tapi hanya sebatas untuk hiburan di perjalanan. Sesampainya di atas, kami mengadakan party kecil-kecilan, makan bersama lalu menikmati tenangnya malam sembari ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok.

Kami mulai bercerita satu sama lain tentang hiruk-pikuk pahit manisnya dunia. Ada yang bilang klo, “Dunia itu pahit broo tpi akan terasa manis klo gua lewatin itu semua bareng kalian,” ucap sebut saja namanya Dantoy*.* Ucapannya langsung disahut oleh salah satu sahabatku yang ada di sampinya saat itu, “Anjayy So bijak bener lu wkwk, yaaa tpi bener siii, lu pada emang udaa berharga bat bagi hidup gua, rasanya hidup gua hampa tanpa lu semua.”

Lalu salah seorang yang kami anggap orang pling bijaksana memberikan bberapa patah kata yang sangat bermakna, “Sanajan beda lembur urang kabeh dulur nepi ka urang di kalubur.” Sontak kami semua menyahutnya, “Yoiii,ha hah haa ha.”

Malam itu saya pun merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja jika kami melaluinya bersama. Satu-satu wajah dari mereka kupandangi sembari berkata di dalam hati,“Gua bangga bisa ada di tengah-tengah kalian, suatu saat gua pasti bakal bales kebaikan lu semua.” Dan hari pun mulai siang, sudah saatnya kami pulang. Pulang dengan membawa sejuta kenangan yang tak pernah akan terulang.

Dan banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan, dari mulai pentingnya kebersamaan, bahagia tidak selalu tentang harta, solidaritas adalah segalanya, dan banyak hal-hal kecil lain nya yang berdampak besar bagi hidup saya.

Sungguh saat itu tahun-tahun yang amat indah di mana ada sekumpulan orang yang menyebut mereka keluarga meskipun lahir dari keluarga dan tempat yang berbeda.

“Sahabat adalah karunia yang paling berharga yang tidak semua orang bisa memiliknya, jaga dan cintailah mereka serta perlakukanlah mereka semua layaknya keluarga.” [Foto: Yiyi Mulzam Kamil]